Awal Mula Terjadinya Kesyirikan di Jazirah Arab - Kebanyakan penduduk Arab mengikuti dakwah Ismail alaihis salam. Beliau mengajak umat kepada ajaran ayahnya, Ibrahim alaihis salam, untuk beribadah kepada Allah dan mentauhidkan-Nya serta beragama dengan Diennya. Ketika zaman semakin bertambah, mereka lupa dengan peringatan dan ajaran nabinya. Walaupun demikian tetap masih tersisa pada mereka tauhid dan beberapa syi'ar Islam.
Setelah itu datanglah Amru bin Luhai, pemimpin Bani Khuza'ah. Amru dibesarkan dalam kebaikan, banyak bersedekah dan besar perhatiannya terhadap Dien. Banyak orang menyukai dan mengikutinya karena menyangka bahwa dia termasuk ulama besar dan wali Allah. Sayangnya, Amru bin Luhai tidak ditakdirkan oleh Allah tetap lurus dalam Dien. Ketika dia pergi ke Syam dan melihat masyarakat di sana beribadah kepada berhala, dia menganggap ini baik (istihsan) dan mengira bahwa itu adalah hak (benar). Ini karena Syam adalah tempat diutusnya para Rasul dan turunnya kitab-kitab. Amru bin Luhai pulang dengan membawa sebuah berhala (Hubal) kemudian diletakkannya di dalam Ka'bah. Akhirnya, ketika dia mengajak penduduk Makkah menyekutukan Allah, mereka (sebagai para penjaga Ka'bah dan Ahlul Haram) menyambut ajakannya dan mengikutinya. Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
((رَأَيْتُ عَمْرَو بْنَ لُحَيَّ الْخَزَاعِيَّ يُجَرُّ قُصْبُهُ فِى النَّارِ وَكَانَ أَوَّلَ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِبَ)) ﴿اخرجه البخاريّ﴾
"Berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: Aku melihat Amru bin Luhai ditarik ubun-ubunnya dalam neraka. Karena dialah yang pertama mengadakan bid'ah saaibah." Dalam lafaz Ibnu Ishaq: "yang pertama merubah agama Ibrahim dan memancangkan berhala-berhala.
Di antara berhala-berhala penduduk Arab yang tertua adalah Manat yang terletak di Musyallal, di pantai Laut Merah. Setelah itu mereka menambah dengan Latta di Thaif, kemudian mengambil pula Al-'Uzza di Wadi Nakhlah. Di samping tertua, ketiga berhala ini juga merupakan berhala-berhala mereka yang terbesar. Setelah itu, seiring dengan bertambah besarnya kesyirikan mereka, semakin tersebar pula berbagai berhala di seantero Hijaz.[2] Adapun lebih lengkapnya bentuk-bentuk berhala mereka sebagai berikut:
1. Berhala Manat:
Berhala ini terletak di Al-Musyallal di Qadid antara Mekah dan Madinah. Ia diagungkan oleh seluruh Arab, khususnya Kabilah Aus dan Khazdraj. Setiap kali mereka mengadakan "Haji Jahiliyah", mereka memulai tahlilnya dari tempat itu. Maka setelah masuk Islam orang-orang Anshar ragu untuk thawaf antara Shafa dan Marwa yang akhirnya turunlah ayat Allah:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا... ﴿البقرة: ١٥۸﴾
"Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebagian dari syi'ar Allah, maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya." (Al-Baqarah: 158)
Setelah Fathu Mekkah, Rasulullah mengutus Ali bin Abi Thalib untuk menghancurkannya.
2. Berhala Latta:
Ada dua bacaan dalam ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala:
- Dibaca oleh jumhur dengan tanpa tasydid di huruf taa` (اللاَّتّ). Maka dikatakan oleh Al-A'masy: "Mereka menamakan demikian sebagai muannats dari Al-Ilah, sebagaimana Al-'Uzza dan Al-'Aziz... Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari ucapan mereka."
- Adapun Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, Humaid, Abu Shalih dan Ruwaisy, mereka membacanya dengan tasydid di huruf taa` (اللاَّتَّ) sebagai isim fa'il dari (لَتَّ-يَلُتُّ) yang artinya menumbuk halus gandum (untuk membuat kue). Dikatakan oleh Ibnu Abbas: "Bahwa ada seseorang yang menumbuk halus gandum untuk orang-orang yang haji, maka ketika dia meninggal, mereka beri'tikaf (tirakatan) pada kuburannya."
- Sedangkan bentuk Latta dikatakan oleh Ibnu Katsir rahimahullah: "Al-Latta adalah sebuah batu persegi empat yang berwarna putih, yang berukir yang dibangun sebuah rumah di atasnya, yang terletak di daerah Thaif yang memiliki kelambu (sitar) dan juru kunci (Sadnah), di sekitarnya ada halaman daerah yang disucikan oleh penduduk Thaif yaitu Bani Tsaqif dan yang mengikuti mereka. Mereka (penduduk Thaif) dan penduduk Quraisy sangat membanggakan berhala ini." (Ibnu Katsir 1/271).
Berkata Ibnu Hisyam: "...Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus Mughirah bin Syu'bah radhiallahu anhu untuk menghancurkan dan membakarnya dengan api." Yaitu pada waktu terbukanya kota Mekkah (Fathul Makkah).Maka tidak bertentangan antara dua bacaan tersebut karena bentuknya adalah kuburan orang yang shalih yang berbentuk batu persegi putih dan dianggap Ilah (sesembahan) oleh orang-orang Arab khususnya Bani Tsaqif sehingga mereka dijuluki Taimul-Latt (Hamba-hamba Latta).
3. Berhala 'Uzza:
Yaitu berhala yang terletak di Wadi Nakhlah di atas Dzat 'Irq, dia adalah tiga buah tonggak pohon yang dibangun di atasnya sebuah bangunan yang terdengar darinya suara-suara aneh sehingga diagung-agungkan oleh Quraisy.
Berkata Ibnu Jarir rahimahullah: "'Uzza adalah sebuah pohon yang diatasnya ada bangunan yang diberi kelambu, yang terletak di daerah Nakhlah antara Makkah dan Thaif."
Diriwayatkan oleh Nasai dan Ibnu Mardawaih dari Abi Thufail bahwa dia berkata: "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuka kota Makkah, beliau mengutus Kholid bin Walid ke Nakhlah yang di sana terdapat 'Uzza, yaitu tiga buah pohon, maka ditebanglah ketiga pohon tersebut dan dihancurkan bangunan yang berada di atasnya kemudian datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengkhabarkannya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kembalilah! Sesungguhnya engkau belum berbuat apa-apa", maka akhirnya Khalid pun kembali. Ketika juru kunci melihatnya maka dia memandang ke gunung sambil mengucapkan: "Ya 'Uzza! Ya 'Uzza!" Maka Khalid mendatanginya, tiba-tiba muncul seorang wanita hitam telanjang yang terurai rambutnya berdebu (Dalam riwayat lain memukul dengan taringnya dan meletakkan tangannya di pundaknya). (Mukhtashar Sirah hal. 52). Maka Khalid pun menebasnya dengan pedang sampai dia terbunuh (Dalam riwayat lain wanita tersebut berubah menjadi sepercik api), -(Mukhtashar Sirah). Kemudian kembalilah Khalid kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengkhabarkannya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Itulah 'Uzza."
4. Berhala Hubal:
Hubal adalah berhala yang dibawa oleh Amru bin Luhai dari Syam berbentuk patung manusia, terbuat dari batu akik merah. Biasanya orang-orang Arab kalau berselisih atau hendak bepergian, mereka mengundinya di sisi Hubal. Hubal ini diletakkan di dalam Ka'bah.
5. Berhala-berhala lain:
Banyak berhala-berhala lain di dalam Ka'bah, sehingga ketika Fathu Makkah jumlahnya mencapai 360 buah. Di antaranya isaf dan nailah, yang asalnya dua orang, laki-laki dan wanita dari kabilah Jurhum yang mereka masuk ke dalam Ka'bah dan berzina, maka Allah merubah wujud mereka menjadi batu, kemudian orang-orang Quraisy mengeluarkannya dari Ka'bah agar manusia mengambil pelajaran daripadanya. Maka ketika zaman bertambah panjang, berhala-berhala tersebut menjadi disembah sehingga ketika Fathu Makkah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menusukkan tongkatnya ke muka-muka dan mata-mata berhala-berhala tersebut sambil mengucapkan (artinya):
"Telah datang kebenaran dan sirna kebatilan, sesungguhnya kebatilan itu akan sirna." Maka berjatuhanlah kepala berhala-berhala tersebut di atas dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengeluarkan dan membakarnya.
6. Bukan itu saja yang dilakukan Amru bin Luhai dalam memasyarakatkan berhala di kalangan Arab. Bahkan dikatakan bahwa Amru bin Luhai, dengan bantuan jin-jin miliknya, berhasil menemukan berhala-berhala kaum Nuh -Wad, Suwaa, Yaghuts, Ya'uq, dan Nashr- yang tertimbun di Jeddah. Berhala-berhala itu berhasil ditemukan oleh Amru dan dibawa ke Tihamah. Ketika musim haji dia berikan berhala-berhala itu kepada kabilah-kabilah lain dan mengajak mereka untuk beribadah kepadanya. Demikianlah akhirnya hampir semua kabilah, bahkan hampir setiap rumah memiliki berhala. Bahkan di Ka'bah sendiri ketika Fathu Makkah, terdapat sekitar 360 buah berhala.
Bentuk-bentuk Ibadah Mereka kepada Berhala
- Mereka beri'tikaf (berdiam diri / tirakatan / semedi), menyandarkan berbagai urusan serta kesulitan-kesulitan mereka kepada berhala-berhala itu dengan keyakinan bahwa berhala-berhala tersebut dapat menyampaikan kepada Allah dan membela / mendukungnya (sebagai pemberi syafa'at) di sisi Allah agar terwujud apa yang mereka minta.
- Mereka berhaji kepada berhala-berhala tersebut dan thawaf mengelilinginya, merendah kepadanya bahkan sujud kepadanya.
- Mereka berkurban dengan memberikan berbagai macam sajian (sesajen) dan menyembelih untuknya. Atau juga membeli hewan kurban dan disembelih dengan menyebut nama-nama berhala itu. Maka dua macam sembelihan inilah yang diharamkan dagingnya oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, jelasnya:
a) Yang dipersembahkan untuk selain Allah (walaupun dengan menyebut nama Allah), termasuk apa yang disembelih untuk berhala.
...وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ... ﴿المائدة: ٣﴾
"...Dan apa-apa yang dipersembahkan kepada selain Allah." (Al-Maidah: 3)
b) Yang disembelih tidak dengan nama Allah, sebagaimana dalam firman Allah:
وَلاَ تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ... ﴿الأنعام: ١٢١﴾
"Dan janganlah kalian makan sembelihan yang tidak disebut nama Allah padanya." (Al-An'aam: 121)
4. Memberikan bagian untuk berhala dari hasil-hasil ladang dan ternak mereka. Allah berfirman:
وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا ﴿الأنعام: ١٣٦﴾
"Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bahagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami..." (Al-An'aam: 136)
5. Dan di antara bentuk-bentuk ibadah mereka kepada berhala adalah: bernazar untuknya dengan ternak dan hasil panen (ladang), Allah berfirman:
وَقَالُوا هَذِهِ أَنْعَامٌ وَحَرْثٌ حِجْرٌ لاَ يَطْعَمُهَا إِلاَّ مَنْ نَشَاءُ بِزَعْمِهِمْ وَأَنْعَامٌ حُرِّمَتْ ظُهُورُهَا وَأَنْعَامٌ لاَ يَذْكُرُونَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا افْتِرَاءً عَلَيْهِ ﴿الأنعام: ١٣٨﴾
"Dan mereka mengatakan: "Inilah binatang ternak dan tanaman yang dilarang, tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki" menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah." (Al-An'aam: 138)
Dan telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa musyrikin Arab jahiliyah beribadah kepada berhala-berhala mereka dalam rangka untuk mendekatkan diri dan mencari perantara (bertawassul) kepada Allah dan untuk mencari pembela-pembela kelak di sisi Allah (pemberi syafa'at).
...مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى... ﴿الزمر: ٣﴾
"...Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya..." (Az-Zumar: 3)
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاَءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ ﴿يونس: ١٨﴾
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah." (Yunus: 18)
Dan mereka meyakini bahwa berhala-berhala tersebut adalah tempat-tempat turunnya / singgahnya arwah-arwah / ruh-ruh.
I'tiqad-i'tiqad dan Bid'ah-bid'ah Mereka
- Mereka mengadakan bid'ah, -bahiirah, saaibah, washiilah, dan haam- pada binatang ternak mereka. Mereka meyakini bahwa seekor unta jika melahirkan sepuluh anak perempuan, maka ibunya disebut saaibah yaitu tidak boleh dinaiki punggungnya, tidak boleh diambil bulunya, tidak boleh diminum susunya kecuali oleh tamu dll. Dan kalau saaibah tadi melahirkan anak, maka anaknya disebut Bahiirah yang juga sama diperlakukan seperti ibunya. Dan jika seekor kambing melahirkan anak kembar berturut-turut lima kali dan semuanya perempuan, dijadikan washiilah. Dan kalau washiilah tadi melahirkan anak lagi maka tidak boleh dimakan kecuali oleh laki-laki di kalangan mereka. Kecuali jika mati maka boleh dimakan bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan. Sedangkan Haam adalah unta jantan yang menyebabkan lahirnya sepuluh unta betina berturut-turut, maka tidak boleh dinaiki punggungnya, tidak boleh diambil bulunya dan dibiarkan hidup bebas, yakni tidak boleh dimanfaatkan kecuali untuk mengawini unta-unta betina mereka.
مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلاَ سَائِبَةٍ وَلاَ وَصِيلَةٍ وَلاَ حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ ﴿المائدة: ١۰۳﴾
"Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya Bahiirah, Saaibah, Washiilah, dan Haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah dan kebanyakan mereka tidak mengerti." (Al-Maidah: 103)
وَقَالُوا مَا فِي بُطُونِ هَذِهِ الأَنْعَامِ خَالِصَةٌ لِذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَى أَزْوَاجِنَا وَإِنْ يَكُنْ مَيْتَةً فَهُمْ فِيهِ شُرَكَاءُ ﴿الأنعام: ١٣٩﴾
"Dan mereka mengatakan: "Apa yang dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami, dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya." (Al-An'aam: 139)
Dan telah dikatakan dengan jelas oleh Said bin Musayyab bahwa yang shahih secara marfu' bahwa Amru bin Luhai-lah yang pertama yang mengadakan (bid'ah) Saaibah (sebagaimana yang telah disebutkan).
- Mereka mengundi nasib dengan zalm (anak panah yang tidak berbulu), di antaranya ada yang tertulis "Na'am" (Ya) dan "Laa" (Tidak). Mereka menentukan pernikahan, safar (bepergian) dll dengannya, mereka undi di depan berhala Hubal dengan memberikan kurban, dan jika yang keluar adalah "Laa", maka mereka membatalkan niatnya. Jika yang keluar adalah "Na'am" maka mereka berangkat. Yang mirip dengan ini adalah maisir (judi). Mereka bagikan unta-unta kurban tersebut juga dengan cara undian seperti tadi.
- Selain itu mereka juga percaya dengan berita-berita kahin (dukun), arraf (tukang ramal) dan munajjim (peramal dengan bintang-bintang). Kahin adalah seorang yang mengaku mengetahui kejadian-kejadian yang akan datang, mengetahui rahasia-rahasia, dan dia memiliki jin yang menyampaikan berita-berita kepadanya. Sedangkan arraf adalah orang yang mengaku mengetahui sesuatu dengan tanda-tandanya, dari ucapan si penanya, atau perbuatannya atau keadaannya. Contohnya, orang yang mengaku mengetahui tempat barang curian atau tempat barang yang hilang itu berada. Dan Munajjim adalah orang yang mengaku mengetahui kejadian-kejadian alam yang akan terjadi dengan melihat bintang-bintang, perjalanannya dan tempat-tempatnya, sehingga di antara mereka jika mendapatkan hujan mereka mengatakan: "Hujan ini karena bintang ini."
- Dan di antara mereka ada juga yang ber-tathayyur yaitu anggapan sial pada sesuatu. Asalnya adalah mereka mendatangi seekor burung (thoir), kemudian menghalaunya, jika burung tersebut terbang ke kanan maka mereka menganggap bahwa ini alamat baik, maka mereka melanjutkan niatnya. Adapun jika dia terbang ke kiri, maka mereka menganggap bahwa ini adalah alamat sial, maka mereka membatalkannya dan mengurungkan niatnya. Kemudian berkembang dan mereka menganggap sial pada hari-hari tertentu atau bulan-bulan tertentu bahkan mereka menganggap beberapa hewan-hewan rumah dan wanita sebagai pembawa sial. Juga mereka meyakini bahwa burung hantu adalah jelmaan dari ruh seseorang yang terbunuh dan selalu mencari mangsa-mangsanya untuk membalas dendamnya. Kalau sudah mendapatkan mangsanya maka ruh itu kembali tenang. Dan masih banyak lagi dari keyakinan-keyakinan mereka, dari Ahlul Jahiliyah.
- Di samping keyakinan-keyakinan dan ibadah-ibadah jahiliyah, mereka juga masih mengamalkan sebagian ibadah yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim alaihis salam seperti memuliakan ka'bah dan thawaf, umrah, wuquf di Arafah, dan di Muzdalifah, kemudian menyembelih kurban-kurban pada waktu haji. Tetapi mereka mencampurinya dengan bid'ah-bid'ah di antaranya mereka (Quraisy) menganggap bahwa mereka adalah penduduk Haram (tanah suci) dan pemelihara ka'bah, maka mereka lain dari yang lain dan tidak ada orang Arab yang seperti mereka kedudukannya. Kemudian mereka menamakan diri mereka Ahlul Humsi dan tidak boleh keluar dari Haram, maka mereka tidak wuquf di Arafah dan tidak bertolak daripadanya, tetapi mereka bertolak dari Muzdalifah. Maka ketika datang Islam, Allah menurunkan ayat:
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ... ﴿البقرة: ١٩٩﴾
"Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah)..." (Al-Baqarah: 199).
Dan mereka memerintahkan kepada Ahlul Hill (pendatang dari luar Makkah) agar tidak melakukan thawaf qudum kecuali dengan pakaian ahlul humsi. Jika mereka tidak mendapatkannya, maka mereka thawaf dengan telanjang, sehingga seorang wanita thawaf dengan melepaskan pakaiannya kecuali yang menutup sau`ataini (dadanya dan kemaluannya), kemudian thawaf sambil berkata:
اليوم يبدو بعضه أو كله وما بدا منه فلا أحله
"Pada hari ini telah nampak dariku sebagian atau seluruhnya, dan apa yang tampak darinya aku tidak menghalalkannya."
Maka setelah datang Islam Allah turunkan ayat:
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ... ﴿الأعراف: ٣١﴾
"Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu di setiap (memasuki) masjid..." (Al-A'raaf: 31)
Kemudian di antara kebid'ahan mereka pula adalah perkataan mereka bahwa orang yang ihram tidak boleh memasuki rumah-rumah mereka dari pintu-pintunya, maka mereka (Ahlul Humsi) melubangi rumah-rumah mereka dari atap dan masuk melalui lubang tersebut dan keluarpun melalui lubang tersebut. Kemudian Allah melarangnya:
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿البقرة: ١۸۹﴾
"... dan bukanlah merupakan kebajikan memasuki rumah-rumah dari punggung-punggungnya, akan tetapi kebajikan adalah kebajikan orang yang bertakwa, dan datangilah rumah-rumah dari pintu-pintunya dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kalian beruntung." (Al-Baqarah: 189).
Dan masih banyak lagi kebid'ahan-kebid'ahan mereka yang mereka campurkan di dalam Dien Nabiyullah Ibrahim alaihis salam.
Khatimah
Beberapa faedah yang bisa kita ambil yaitu:
- Di antara sebab tersesatnya manusia adalah mengikuti Al-Abid Al-Jahil (ahlul ibadah yang tidak berilmu), seperti Amru bin Luhai. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: "Hati-hatilah dengan dua model manusia, yaitu Al-Abid Al-Jahil dan Al-Alim Al-Faajir. Saya katakan demikian karena Al-Abid Al-Jahil akan beribadah tanpa ilmu dan masuk dalam bid'ah-bid'ah dan syirik dengan niat ibadah. Sedangkan Al-Alim Al-Faajir akan menggunakan ilmunya untuk memuaskan hawa nafsunya.
- Bahwa seseorang yang jahil akan menghukumi sesuatu dengan istihsan (anggapan baik pribadinya) dan zhon (prasangka dirinya) dan keduanya bukan ilmu dan bukan Huda (petunjuk / hidayah), Allah menyatakan tentang orang yang menyembah Latta, 'Uzza dan Manat:
...إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى ﴿النجم: ٢۳﴾
"Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka." (An-Najm: 23)
3.Bahwa berhala-berhala yang ada pada saat sekarang ini sangat mirip dengan berhala-berhala jahiliyah (latta, 'uzza, manat dan lain-lain) yaitu kuburan, tempat-tempat keramat dan batu-batu.
4. Bahwa mereka (jahiliyah) melakukan ibadah-ibadah tertentu seperti i'tikaf, doa, thawaf, sesajian-sesajian dan lain-lain pada berhala-berhala dengan keyakinan bahwa berhala-berhala tersebut sebagai perantara kepada Allah (wasilah) dan dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah serta menganggap bahwa berhala-berhala tersebut tempat tinggalnya ruh-ruh orang-orang shalih. Betapa miripnya orang-orang sekarang yang datang ke kuburan-kuburan wali atau tempat keramat tertentu dengan melakukan ibadah-ibadah tertentu (tirakatan, tawassul, cari berkah, sesajian-sesajian dan lain-lain) dengan alasan yang sama dengan mereka kaum jahiliyah.
5. Bahwa beriman (percaya) kepada dukun-dukun atau ahli-ahli nujum (tukang ramal), demikian pula anggapan-anggapan sial pada benda-benda tertentu, hari / tanggal tertentu, atau angka-angka tertentu adalah kebiasaan jahiliyah yang telah dibatalkan oleh Islam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا ﴿أخرجه مسلم ١٤/٢٢٧﴾
"Bahwa barangsiapa mendatangi arraf atau dukun dan dia bertanya tentang sesuatu dan membenarkannya maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari." (HR. Muslim)
Dan bersabda pula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَّةَ وَلاَ صَفْرَ ﴿أخرجاه فى الصحيحين﴾
"Tidak ada 'adwaa (berpindahnya penyakit), tidak pula thiyarah (menganggap sial pada sesuatu), tidak pula hammah (burung hantu) dan tidak pula shafar (bulan sial)." (Shahihain)
(Berkata Abu Sa'adad bahwa 'adwaa (عَدْوَى) adalah dari kata 'ida (عِدَاء) yang artinya memindahkan penyakit, maksudnya bahwa penyakit itu tidak bisa berpindah atau dipindahkan kecuali dengan izin Allah.
Berkata Farrok: "Hammah adalah burung hantu."
Berkata Ibnul Arabi: "Mereka dulu menganggap sial dengannya, jika hinggap di salah satu rumah." Dikatakan pula bahwa burung itu adalah jelmaan dari ruh yang menuntut balas sebagaimana yang telah disebutkan.
Bahwa Jahiliyah menganggap bahwa bulan Shafar adalah bulan sial).
6. Tidak berfaedah beribadah kepada Allah jika disertai syirik dan bid'ah-bid'ah sebagaimana kaum jahiliyah.
7. Demikian pula tidak cukup pengakuan seseorang bahwa dia adalah pengikut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, jika disertai syirik kepada Allah dan syari'at-syari'at tambahan (bid'ah). Karena orang-orang jahiliyah pun mengaku sebagai pengikut Nabi Ibrahim alaihis salam, tetapi karena mereka telah melakukan kesyirikan kepada Allah dan melakukan syari'at baru di dalam masalah Dien, akhirnya mereka pun tetap dikatakan sebagai orang-orang musyrik.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar Allah menyelamatkan kita semua dan kaum muslimin dari perbuatan-perbuatan kesyirikan dan kebid'ahan-kebid'ahan di dalam masalah Dien ini! Amin. (Sumber: Majalah Salafy edisi perdana/Sya'ban/1416/1995 rubrik Siroh.)